Asuhan Keperawatan Pada Penderita Diare


                                                             ASKEP DIARE

A. Pengertian

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer, A.1999, 501).


B. Penyebab

Menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:Faktor infeksi

Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida albicous).
Infeksi parenteral
adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
Faktor malabsorbsi

Malabsorbsi karbohidrat, lemak dan protein.
Faktor makananMakanan basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran dimasak kurang matang.
Faktor psikologisRasa takut, cemas
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu: Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:

Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.

Diare osmotik (osmotik diarrhoea), disebabkan oleh:

Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
Kurang kalori protein.
Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.

C. Patofisiologi

Penyebab diare yang utama adalah gangguan osmotik, akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap oleh usus akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Diare juga terjadi akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan kemudian diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Diare dapat juga terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Gangguan motalitas usus juga mengakibatkan diare, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.


D. Tanda dan Gejala
Anak sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
Anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.

Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.

Daerah sekitar anus kemerahan dan lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.

Ada tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.

Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas hingga menyebabkan kesadaran menurun.

Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tinja
Makroskopis dan mikroskopis
PH dan kadar gula dalam tinja
Bila perlu diadakan uji bakteri
Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

F. Penatalaksanaan
 Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.

Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:
Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg

1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit

Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg

1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg

1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.

Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg

Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh.
Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim).
Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.

Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.


Asuhan Keperawatan Anak dengan Diare

Pengkajian
 Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan

Pertumbuhan

Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah.
Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.

Perkembangan

Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :

Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun 2 hitungan (GK).
Meniru membuat garis lurus (GH).
Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK).
Melepasa pakaian sendiri (BM).

Pemeriksaan Fisik

Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar.
Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih.
Mata : cekung, kering, sangat cekung.
Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum.
Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan).
Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .
Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.



Diagnosa Keperawatan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare.
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.

Intervensi

Diagnosa 1.:
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil : Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : <> Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.

Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.
Intervensi : Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
Kolaborasi :

Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
Diagnosa 2.:
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : Nafsu makan meningkat

BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi : Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin).
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat.
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan.
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
Monitor intake dan out put dalam 24 jam.
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :

terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu.
obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
Diagnosa 3. :
Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)

Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi : Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
Diagnosa 4.:
Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu.
Kriteria hasil : Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga

Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces
Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan iritasi .
Diagnosa 5.:
Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi : Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak



DAFTAR PUSTAKA

Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC. Jakarta.
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta
Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta
Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta
0 komentar

Asuhan Keperawatan Pada Penderita Diabetes Melitus


  ASKEP DIABETES MELITUS


Pengertian
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).


Klasifikasi

Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
  1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
  2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
  3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
  4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

Etiologi
  1. Diabetes tipe I :
    • Faktor genetik
      Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
    • Faktor-faktor imunologi
      Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
    • Faktor lingkungan
      Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
  2. Diabetes Tipe II
    Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
    Faktor-faktor resiko :
    • Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
    • Obesitas
    • Riwayat keluarga

TandadanGejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10.Neuropati viseral
11.Amiotropi
12.Ulkus Neurotropik
13.Penyakit ginjal
14.Penyakit pembuluh darah perifer
15.Penyakit koroner
16.Penyakit pembuluh darah otak
17.Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.


Pemeriksaan Penunjang
  1. Glukosa darah sewaktu
  2. Kadar glukosa darah puasa
  3. Tes toleransi glukosa
    Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl).
Kadar glukosa darah sewaktu
  • Plasma vena :
    • <100>
    • 100 - 200 = belum pasti DM
    • >200 = DM
  • Darah kapiler :
    • <80>
    • 80 - 100 = belum pasti DM
    • > 200 = DM
Kadar glukosa darah puasa
  • Plasma vena :
    • <110>
    • 110 - 120 = belum pasti DM
    • > 120 = DM
  • Darah kapiler :
    • <90>
    • 90 - 110 = belum pasti DM
    • > 110 = DM

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
  1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
  2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
  3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl).

Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
  1. Diet
  2. Latihan
  3. Pemantauan
  4. Terapi (jika diperlukan)
  5. Pendidikan



Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Diabetes Mellitus


Pengkajian
  1. Riwayat Kesehatan Keluarga
    Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
  2. Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
    Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
  3. Aktivitas/ Istirahat :
    Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
  4. Sirkulasi
    Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
  5. Integritas Ego
    Stress, ansietas
  6. Eliminasi
    Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
  7. Makanan / Cairan
    Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
  8. Neurosensori
    Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
  9. Nyeri / Kenyamanan
    Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
  10. Pernapasan
    Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
  11. Keamanan
    Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

Masalah Keperawatan
  1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
  2. Kekurangan volume cairan
  3. Gangguan integritas kulit
  4. Resiko terjadi injury

Intervensi
  1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
    Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
    Kriteria Hasil :
    Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
    Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
    Intervensi :

    • Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
    • Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
    • Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
    • Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
    • Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
    • Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
    • Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
    • Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
    • Kolaborasi dengan ahli diet.

  1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
    Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
    Kriteria Hasil :
    Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
    Intervensi :

    • Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
    • Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
    • Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
    • Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
    • Pantau masukan dan pengeluaran
    • Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
    • Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
    • Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
    • Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K).

  1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
    Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
    Kriteria Hasil :
    Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
    Intervensi :

    • Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
    • Kaji tanda vital
    • Kaji adanya nyeri
    • Lakukan perawatan luka
    • Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
    • Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

  1. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
    Tujuan : pasien tidak mengalami injury
    Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
    Intervensi :

    • Hindarkan lantai yang licin.
    • Gunakan bed yang rendah.
    • Orientasikan klien dengan ruangan.
    • Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
    • Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi.


DAFTAR PUSTAKA
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.

Doenges, Marilyn E, Rencana
Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002
0 komentar

Asuhan Keperawatan Pada Penderita Tuberculosis Paru (TB PARU)


                                                          ASKEP TUBERKULOSIS PARU (TB PARU)

A. Pengertian
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah.

B. Etiologi

Penyebabnya adalah kuman microorganisme yaitu mycobacterium tuberkulosis dengan ukuran panjang 1 – 4 um dan tebal 0,3 – 0,6 um, termasuk golongan bakteri aerob gram positif serta tahan asam atau basil tahan asam.


C. Patofisiologi

Penularan terjadi karena kuman dibatukan atau dibersinkan keluar menjadi droflet nuklei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2 jam, tergantung ada atau tidaknya sinar ultra violet. dan ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari – hari bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh linfe, basil berpindah kebagian paru – paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain.
Setelah itu infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase, yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, berkurang tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrofage. Karena fungsinya adalah membunuh kuman / basil apabila proses ini berhasil & macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat.
Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang didalam jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel (biji – biji kecil sebesar kepala jarum).
Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama timbul perkejuan ditempat tersebut.apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe).





D. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada klien secara obyektif adalah :Keadaan postur tubuh klien yang tampak etrangkat kedua bahunya.
BB klien biasanya menurun; agak kurus.
Demam, dengan suhu tubuh bisa mencapai 40 - 41° C.
Batu lama, > 1 bulan atau adanya batuk kronis.
Batuk yang kadang disertai hemaptoe.
Sesak nafas.
Nyeri dada.
Malaise, (anorexia, nafsu makan menurun, sakit kepala, nyeri otot, berkeringat pada malam hari).

E. Pemeriksaan Penunjang

Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi 10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa menunjukan nekrosis.
Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).

F. Penatalaksanaan

Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
Streptomisin inj 750 mg.
Pas 10 mg.
Ethambutol 1000 mg.
Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Therapi TB paru dapat dilakkukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan dengan jenis :
INH.
Rifampicin.
Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-9 bulan.


Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
Rifampicin.
Isoniazid (INH).
Ethambutol.
Pyridoxin (B6).


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TUBERKULOSIS PARU



A. Pengkajian

Aktivitas / istirahat.
Gejala :
Kelelahan umum dan kelemahan.
Nafas pendek karena bekerja.
Kesulitan tidur pada malam atau demam pada malam hari, menggigil dan atau berkeringat.
Mimpi buruk.

Tanda :
Takhikardi, tachipnoe, / dispnoe pada kerja.
Kelelahan otot, nyeri dan sesak (pada tahap lanjut).


Integritas Ego.
Gejala :
Adanya faktor stres lama.
Masalah keuanagan, rumah.
Perasaan tak berdaya / tak ada harapan.
Populasi budaya.

Tanda :
Menyangkal. (khususnya selama tahap dini).
Ancietas, ketakutan, mudah tersinggung.


Makanan / cairan.
Gejala :
Anorexia.
Tidak dapat mencerna makanan.
Penurunan BB.

Tanda :
Turgor kulit buruk.
Kehilangan lemak subkutan pada otot.


Nyeri / kenyamanan.
Gejala :
Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Tanda :
Berhati-hati pada area yang sakit.
Perilaku distraksi, gelisah.


Pernafasan.
Gejala :
Batuk produktif atau tidak produktif.
Nafas pendek.
Riwayat tuberkulosis / terpajan pada individu terinjeksi.

Tanda :
Peningkatan frekuensi nafas.
Pengembangan pernafasan tak simetris.
Perkusi dan penurunan fremitus vokal, bunyi nafas menurun tak secara bilateral atau unilateral (effusi pleura / pneomothorax) bunyi nafas tubuler dan / atau bisikan pektoral diatas lesi luas, krekels tercatat diatas apeks paru selam inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels – posttusic).
Karakteristik sputum ; hijau purulen, mukoid kuning atau bercampur darah.
Deviasi trakeal ( penyebaran bronkogenik ).
Tak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental ( tahap lanjut ).


Keamanan.
Gejala :
Adanya kondisi penekana imun, contoh ; AIDS, kanker, tes HIV positif (+)

Tanda :
Demam rendah atau sakit panas akut.


Interaksi sosial.
Gejala :
Perasaan isolasi / penolakan karena penyakit menular.
Perubahan pola biasa dalam tangguang jaawab / perubahan kapasitas fisik untuk melaksankan peran.


Penyuluhan / pembelajaran.
Gejala :
Riwayat keluarga TB.
Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk.
Gagal untuk membaik / kambuhnya TB.
Tidak berpartisipasi dalam therapy.

B. Diagnosa keperawatan Yang Muncul


Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.

C. Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. :
Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
Mendemontrasikan batuk efektif.
Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
Intervensi :
Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian expectoran, pemberian antibiotika, konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
Diagnosis Keperawatan 2. :
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter : pemberian antibiotika, pemeriksaan sputum dan kultur sputum, konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.



 DAFTAR PUSTAKA

Doenges. E. Marylin. 1992.Nursing Care Plan. EGC. Jakarta.
Pearce. C. Evelyn. 1990.Anatomi dan Fisiologi untuk paramedis. Jakarta.
0 komentar
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Muhammad Ridho - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger